Sabtu, 09 Februari 2013

RESENSI : The Invention Of Hugo Cabret

  Judul : The Invention of Hugo Cabret
Penulis : Brian Selznick
Penerjemah : Marcalais Fransisca
Penerbit : Scholastic Press, New York (Versi asli)
Mizan Fantasi (Versi Bahasa Indonesia)
Terbit : 2007 (Versi asli)
Cetakan I, Januari 2012 (Versi bahasa Indonesia)
Tebal : 541 halaman









   Hugo, anak Yatim yang tinggal di balik dinding di Stasiun kereta di Paris pada tahun 1930. Dia bertahan hidup dengan cara mencuri dari kios-kios yang ada di stasiun. Dia juga mencuri gir-gir dan per dari toko mainan milik seorang kakek tua bernama Georges. Selain itu, Hugo juga mengkalibrasi jam-jam di stasiun tiap pagi.
   Benda-benda itu sendiri ia gunakan untuk memperbaiki bagian yang hilang dari otomaton, benda mirip robot yang bekerja dengan gir dan putaran roda. Dia merangkainya berdasarkan buku catatan yang dibuat oleh ayahnya.
   Suatu hari, saat Hugo mencuri di toko mainan Georges, ia ketahuan. Hugo disuruh untuk mengeluarkan seluruh isi kantongnnya, tak terkecuali buku catatan tersebut. Betapa terkejutnya Georges saat mengetahui ada gambar otomaton di buku catatan itu. Georges merampasnya.
  Esoknya, Hugo memintanya kembali, namun Georges berkata bahwa buku itu sudah dibakar. Hugo sangat kaget. Namun setelah itu ia bertemu dengan Isabelle. Ia adalah anak baptis Georges. Isabelle berkata kepada Hugo bahwa bukunya belum dibakar. Hanya disimpan di suatu tempat di apartemen tempat Georges tinggal.
   Hugo meminta bukunya kembali. Namun, Georges berkata bahwa Hugo harus bekerja di kiosnya untuk mengganti semua benda yang telah dicurinya dalam waktu yang belum ditentukan.
  Hari demi hari ia lalui, bagian otomaton semakin sempurna hingga akhirnya semua bagian telah terpasang. Namun, mesin itu belum bisa bekerja. Ada sebuah lubang kunci berbentuk hati yang menarik perhatiannya.
   Suatu hari, Hugo pergi ke bioskop bersama Isabelle. Isabelle belum pernah sama sekali pergi ke bioskop. Mereka masuk secara diam-diam. Sementara itu, sepulang dari bioskop, di stasiun, Hugo melihat bahwa kunci berbentuk hati yang selama ini ia cari ada pada Isabelle. Tak banyak bicara, tanpa sepengetahuan Isabelle, Hugo mencuri kunci itu.
   Hugo langsung berlari ke tempat di mana otomaton itu ia simpan. Melihat gelagatnya yang aneh, Isabelle mengejar Hugo. Akhirnya mereka tiba di kamar Hugo, tempat ia menyimpan otomaton itu. Hugo ketahuan telah mencuri kunci itu dari Isabelle. Hugo pun menjelaskan kepada Isabelle semua tentang otomaton itu.
  Sebenarnya, otomaton itu berada di museum tempat ayah Hugo bekerja. Ayahnya juga mencari bagian yang hilang dari otomaton itu. Suatu hari, ayah Hugo terperangkap di museum. Saat itu juga terjadi kebakaran. Ayah Hugo tewas pada peristiwa itu. Hugo menemukan otomaton itu di antara puing-puing museum yang terbakar. Hugo menjadi Yatim Piatu. Ia lalu dirawat oleh Pamannya, Claude Cabret. Pamannya yang bekerja sebagai tukang jam di stasiun itu membawa Hugo ke stasiun. Namun, tidak lama setelah itu, pamannya tewas tenggelam di sungai.
   Kunci yang dicuri Hugo itu pas dengan lubang pada otomaton. Mesin itu menggambar sebuah adegan film. Di mana terdapat sebuah roket yang menancap di mata bulan. Gambar itu juga dibubuhi tanda tangan Georges Meliés, ayah baptis Isabelle.
   Mereka bingung. Mereka mengadukannya kepada Ibu baptis Isabelle, suami Georges, Jeanne. Tentu saja Mama Jeanne juga terkejut sebagaimana Georges terkejut saat membuka buku catatan Hugo. Georges mengetahui kedatangan Hugo dan gambar bulan itu. Bagaikan terkena serangan jantung Georges kaget dan lemas. Hugo kembali ke stasiun
   Esoknya, Hugo membuka kios Georges tanpa Georges yang sedang sakit. Siangnya, Hugo menutup kios dan pergi ke Perpustakaan Akademi Film Prancis. Ia bertemu Etienne, karyawan di sana, teman lama Isabelle, yang pernah mengajak mereka ke bioskop. Sebenarnya waktu itu Etienne ikut. Hanya saja ia dipecat setelah Etienne memasukkan Hugo dan Isabelle ke bioskop.
Hugo mencari buku yang ia jadikan referensi untuk menyelidiki Georges Méliès. Benar saja. Ternyata ia adalah seorang pembuat film di era 1900 hingga 1910-an. Namun, buku itu menuliskan bahwa Georges telah mati.
   Hugo pergi menemui Rene Tabard, penulis buku itu. Ia senang mengetahui bahwa Georges masih hidup. Ia ingin bertemu dengannya. Hugo mengatur pertemuan itu, sekaligus membuka pikiran Georges dan mengingatkan kembali akan masa keemasannya. Tabard akan pergi ke apartemen dalam waktu 2 minggu.
Hugo memberi tahu Isabelle tentang itu. Ia berpesan kepada Isabelle untuk tidak memberi tahu Mama Jeanne dan Papa Georges agar rencananya itu menjadi kejutan.
   Saat yang ditunggu itu tiba. Meskipun dengan berat hati, Mama Jeanne mengizinkan Tabard dan Etienne untuk masuk. Mereka membawa perangkat untuk memutar film. Mama Jeanne merasa  terharu karena menonton film yang dibuat oleh suaminya. Namun, Georges yang tertidur terbangun mendengar suara bising yang dihasilkan proyektor film.
   Akhirnya Georges menceritakan semua masa lalunya. Mulai menjadi pesulap. Ia menciptakan otomaton untuk keperluan sulapnya. Akhirnya ia terinspirasi untuk membuat film dari kesuksesan Lumiere bersaudara. Georges mencampur keahlian sulapnya dalam pembuatan film. Akhirnya terciptalah special effect. Namun, perang dunia I menghancurkan segalanya. Film-film Georges tidak laku dan Georges pun bangkrut. Dengan sisa-sisa uangnya, ia membuka kios mainan di stasiun setelah perang berakhir.
Enam bulan kemudian, Georges dan Tabard mengadakan acara untuk mengingatkan penduduk Paris atas film-film yang pernah Georges buat.
-END-

2 komentar: